Welcome to Erlangga's blog

Terimakasih telah mengunjungi blog ini...
Semoga blog ini bermanfaat bagi anda..
  SELAMAT MEMBACA...
Powered By Blogger

Erlangga's Blog

Rabu, 12 Mei 2010

Suara Malaikat atau Bisikan Setan?

Tidak jarang sebagian kita dihadapkan pada kebisingan suara dan
bisikan di dalam hati, saat hati sedang bimbang dan bingung.
Kadang-kadang suara dan bisikan itu muncul saat hati terluka, bingung
menentukan sikap. Sering juga muncul dalam kesunyian dan kesendirian,
saat merenungi nasib yang tak menentu, yang semakin hari terasa
semakin dihimpit oleh keadaan dan tuntutan kebutuhan.

Tidak jarang juga terjadi suara itu membising saat menjelang tidur,
terutama saat mata tak dapat dipejamkan karena ditinggal suami atau
isteri, atau kehilangan pekerjaan, bingung menentukan pilihan. Atau
karena pekerjaannya tergeser oleh orang lain akibat ketatnya
persaingan yang tak manusiawi di zaman kapitalisme sedang berkuasa.

Bahkan sebagian kita juga sering dibingunan untuk menentukan pilihan
karena prediksi tentang nasib dirinya, yang diisyaratkan oleh
"Waliyulah" atau "Orang pintar" melalui penerawangan ghaib atau
bisikan dan suara hatinya.

Supaya kita tidak bingung menentukan sikap dan memiliki konsep serta
rumus yang jelas, saya akan kutipkan beberapa uraian dan penjelasan
seorang ulama besar, filosuf dan sufi besar di zaman, yaitu Allamah
Muhammad Mahdi An-Naraqi dalam kitabnya "Jami'us Sa'adat, penghimpun
kebahagiaan. Mari kita simak dengan cermat dan teliti, semoga
bermanfaat bagi kita semua. Berikut ini penjelasan beliau:

Ketahuilah, suara atau bisikan yang muncul di dalam hati, adakalanya
baik dan adakalanya buruk. Jika bisikan atau suara halus itu mengajak
pada keburukan, maka suara itu tercela dan dinamakan "Was-was"
(bisikan setan). Jika suara itu mengajak pada kebaikan, maka suara itu
terpuji dan dinamakan "Ilham" (suara malaikat).

Hati dari sisi munculnya suara atau bisikan bagaikan:
1. Sararan anak panah yang dipancarkan dari berbagai arah.
2. Taman yang dialiri air dari berbagai saluran.
3. Rumah yang memiliki beberapa pintu dapat dimasuki bermacam-macam
manusia.
4. Atau cermin yang padanya bercermin bermacam-macam bentuk dan wajah
manusia.

Semua contoh tersebut tergantung dan tidak terlepas dari apa yang
datang dan mengalir padanya. Demikian juga hati, tidak terlepas dari
suara atau bisikan dari mana datangnya. Suara lembut Ilahiyah (luthuf)
selalu tersembunyi dan bersemayam di dalamnya, menghadapi
bermacam-macam suara dan bisikan yang lain. Luthuf Ilahiyah itu tidak
berhubungan dengan badan dan segala kelezatannya, tersucikan dari
semua kotoran dan keburukan tabiat.

Ketika datang suara bisikan baru, tentu itu ada penyebabnya. Jika
penyebabnya setan, maka bisikan itu dinamakan "Was-was" (bisikan
setan); jika penyebabnya malaikat, maka dinamakan "Ilham" (suara
malaikat). Ketika hati siap menerima kehadiran was-was, maka
kondisinya dinamakan "Ighwa'"(bujukan) dan "Khidzlân" (kehinaan).
Ketika hati siap menerima kehadiran ilham, maka kondisinya dinamakan
"Luthuf" dan "Taufiq", suara Ilahi dan bimbingan.

Selasa, 11 Mei 2010

Tidak Sama Lelaki dengan Wanita

Secara fitrah, wanita jelas berbeda dengan pria. Namun dengan mengatasnamakan “hak wanita”, sejumlah pihak bersuara nyaring mengampanyekan kesetaraan pria dan wanita. Mereka dan orang-orang tak berilmu menyangka bahwa mereka sedang memperbaiki tata kehidupan, padahal yang mereka lakukan tak lain adalah merusak fitrah dan kehormatan wanita. Sungguh ini bahaya besar, karena rusaknya akhlak seorang wanita merupakan awal kerusakan tatanan kehidupan keluarga dan masyarakat. (lihat Hadits pada catatan kaki)
Al-Qur’anul Karim sebagai pedoman hidup kita telah menegaskan: “Dan tidaklah lelaki itu sama dengan wanita….” (Ali ‘Imran: 36)

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
“Wahai sekalian manusia, bertakwalah kalian kepada Rabb kalian yang telah menciptakan kalian dari jiwa yang satu dan dari jiwa yang satu itu Dia ciptakan pasangannya. Dan dari keduanya, Allah mengembangbiakkan lelaki dan wanita yang banyak. Bertakwalah kalian kepada Allah yang dengan mempergunakan nama-Nya kalian saling meminta satu sama lain dan peliharalah hubungan silaturahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kalian.” (An-Nisa’: 1)
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Terimalah wasiat untuk berbuat kebaikan terhadap para wanita.” (HR. At-Tirmidzi no. 1173, dihasankan Al-Imam Al-Albani, dalam Shahih Sunan At-Tirmidzi).
Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda:
“Tidaklah aku tinggalkan setelahku fitnah (ujian) yang lebih berbahaya bagi kaum lelaki daripada fitnah (ujian) wanita.” ( HR. Al-Bukhari dan Muslim).
Menjadi tugas lelaki untuk menjaga wanita karena Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menjadikan lelaki sebagai pemimpin atas mereka. Wanita itu kurang dari sisi fisiknya dibanding lelaki dan secara tabiat mereka lemah, sehingga mereka butuh pemimpin yang dapat membimbing mereka. Akal yang lurus yang bisa mengetahui hikmah dan rahasia-rahasia akan memutuskan bahwa makhluk yang kurang fisiknya lagi lemah tabiatnya harus berada di bawah pengaturan makhluk yang sempurna fisiknya dan kuat dalam tabiat. Dengan begitu, yang kurang lagi lemah tadi dapat beroleh manfaat yang semula tak dapat diperolehnya dengan sendirinya dan mudarat pun dapat terhindarkan. Lelaki diharuskan memberikan infak kepada para wanitanya, disamping mengurusi keperluan mereka dalam kehidupan ini. Sehingga si wanita dapat terjaga dalam rumahnya, mencurahkan waktunya untuk mendidik anak-anaknya serta mengatur urusan rumahnya.
Masing-masing dari lelaki dan wanita memiliki lingkup pekerjaan yang sesuai dengan fisik mereka. Lelaki bekerja di luar rumah sementara wanita memiliki tugas di dalam rumah. Dengan seperti ini, akan sempurnalah kerjasama di antara mereka dalam kehidupan ini.
Karena Allah Subhanahu wa Ta’ala telah membedakan fisik lelaki dan wanita, di mana masing-masingnya memiliki fisik yang sesuai dan cocok dengan tanggung jawabnya dalam kehidupan ini, maka datang larangan yang tegas dari perbuatan tasyabbuh (meniru/menyerupai) salah satunya terhadap yang lain. Dalam Shahih Al-Bukhari dari Ibnu ‘Abbas , ia berkata: “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam melaknat laki-laki yang menyerupai wanita dan wanita yang menyerupai laki-laki.”
Oleh karena itu, tidak boleh lelaki menyerupai wanita dalam perkara yang merupakan kekhususan wanita. Demikian pula sebaliknya. Lelaki yang meniru wanita dalam sifat dan kelembutannya, serta wanita yang menyerupai lelaki dalam pekerjaannya, berarti masing-masingnya telah berupaya mengubah ciptaan Allah Subhanahu wa Ta’ala, dan masing-masingnya terlaknat lewat lisan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan dilaknat dalam Kitabullah. “Siapa yang dilaknat oleh Allah maka kamu sekali-kali tidak akan mendapatkan penolong baginya.” (An-Nisa’: 52)
Pada hari ini, sering kita saksikan seruan orang-orang tak berilmu atau kaum munafik yang menuntut persamaan wanita dengan lelaki. Sungguh suara-suara yang jelek dan propaganda yang beracun itu menginginkan agar wanita muslimah sama dengan wanita kafir, yang biasa keluar untuk bekerja bersisian bersama lelaki ajnabi (non-mahram) dalam keadaan si wanita terbuka kepala dan wajahnya, tersingkap dua betisnya, dan dua lengan bawahnya. Bahkan lebih jauh dari itu, terbuka dua pahanya dan lengan atasnya.
Mereka ini meneriakkan ucapan, “Separuh dari masyarakat ini menganggur. Kami menginginkan agar semua individu masyarakat ini bekerja.”
Dengan ucapan di atas seakan-akan mereka memberikan gambaran bahwa wanita dalam masyarakat Islam terhitung barang yang tidak bernilai atau kayu yang disandarkan tanpa ada manfaatnya. Mata mereka buta untuk memandang bahwa tugas yang diemban wanita dalam rumahnya adalah pekerjaan yang mulia, sesuai dengan fisiknya serta selaras dengan tabiatnya. Karena, Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan hikmah-Nya menjadikan wanita dengan sifatnya yang khusus pantas atau sesuai untuk ikut andil dalam membangun masyarakat manusia dengan menunaikan suatu pekerjaan/tugas yang tidak dapat diemban oleh selain wanita, seperti mengandung, melahirkan dan menyusui, mendidik anak, mengurusi rumah serta menunaikan tugas-tugas rumah tangga berupa memasak, menyapu, dan sebagainya.
Pengabdian wanita di dalam rumahnya ini dilakukan dalam keadaan si wanita tertutup dari pandangan yang tidak halal untuk memandangnya. Ia terjaga dan memiliki iffah (kehormatan diri). Ia terjaga di atas kemuliaan, keutamaan, dan nilai kemanusiaan. Pengabdian ini tidak bisa dianggap kecil bila dibandingkan dengan pengabdiaan kaum lelaki dalam mencari penghidupan. Seandainya seorang wanita sampai keluar dari rumahnya guna berserikat dengan kaum lelaki dalam pekerjaan –sebagaimana tuntutan mereka itu– niscaya akan telantarlah tugas-tugasnya di rumah. Akibatnya, masyarakat manusia pun menuai kerugian yang amat besar.
Bergabungnya wanita di medan lelaki akan berdampak kerusakan, karena wanita akan menjadi pajangan bagi mata-mata khianat dan tangan-tangan yang merusak. Jadilah ia sebagai hidangan yang terbuka di hadapan para pengkhianat yang memiliki hati berpenyakit. Allah Subhanahu wa Ta’ala menyebutkan mata yang suka memandang apa yang tidak halal baginya sebagai mata yang khianat, sebagaimana dalam ayat:“Dia (Allah) mengetahui pandangan mata-mata yang khianat dan apa yang disembunyikan oleh dada-dada.” (Ghafir: 19) .
…Apakah mungkin seorang lelaki yang memiliki sedikit saja dari sifat kejantanan –terlebih lagi bila memiliki iman– akan ridha membiarkan putrinya, istrinya, atau saudara perempuannya, menjadi santapan lezat bagi mata-mata orang fasik dan barang jamahan bagi tangan-tangan pengkhianat?
….Apakah tidak cukup sebagai peringatan, musibah yang telah menimpa masyarakat-masyarakat yang melepaskan diri dari bimbingan Islam, di mana mereka terjerembab dalam lembah kehinaan? Ketika mereka membiarkan wanita mereka yang semula terjaga di dalam rumah untuk keluar dari ‘istana’ nya dalam keadaan ber-tabarruj, mempertontonkan tubuh yang ‘telanjang’ (sedangkan orang-orang masa kini menganggap pakaiannya hanya terbuka sedikit, red). Ingatlah bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda: “Ada dua golongan penduduk neraka yang saat ini aku belum melihat mereka, (yang pertama) suatu kaum yang memiliki cambuk-cambuk seperti ekor-ekor sapi, dengan cambuk tersebut mereka memukul manusia. (Yang kedua) para wanita yang berpakaian tapi hakikatnya telanjang…” (HR. Muslim).
….Allah Subhanahu wa Ta’ala pun mencabut dari kaum lelakinya sifat rujulah/kejantanan dan ghirah/kecemburuan terhadap wanita-wanita mereka. Akibatnya, jadilah masyarakat tersebut tak beda dengan masyarakat binatang, yang membiarkan dan menganggap wajar bila istri atau putrinya bergaul bebas dengan pria-pria lain di kantor atau di tempat-tempat umum lainnya, bahkan di tempat-tempat sepi.
….Allah Subhanahu wa Ta’ala, Dialah yang menciptakan alam ini dan mengatur segenap urusannya. Dia mengetahui perkara-perkara yang samar/tersembunyi, dan mengetahui apa yang telah terjadi dan yang akan terjadi. Allah Subhanahu wa Ta’ala telah meletakkan pagar-pagar yang kokoh dalam kitab-Nya yang mulia untuk melindungi kaum muslimin dan menjaga wanita-wanita mereka. Sudah seharusnya manusia mentaati bila Allah Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan kepada kita untuk menundukkan pandangan dari melihat apa yang tidak halal dilihat. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
“Katakanlah kepada kaum mukminin, “Hendaklah mereka menahan sebagian pandangan mereka dan menjaga kemaluan mereka, yang demikian itu lebih suci bagi mereka. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat.” Katakanlah kepada kaum mukminat, “Hendaklah mereka menahan sebagian pandangan mereka dan menjaga kemaluan mereka…” (An-Nur: 30-31)
….Allah Subhanahu wa Ta’ala melarang wanita menghentakkan kakinya yang memakai gelang kaki untuk memperdengarkan suara gelang kakinya kepada para lelaki. Allah Subhanahu wa Ta’ala berirman:
“Dan janganlah mereka (para wanita beriman) menghentakkan kaki mereka agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan…” (An-Nur: 31)
….Allah Subhanahu wa Ta’ala melarang kaum wanita melembutkan suaranya ketika berbicara dengan lelaki ajnabi, agar jangan sampai orang-orang jahat berkeinginan jelek terhadap mereka. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
“Maka janganlah kalian melembutkan suara dalam berbicara sehingga berkeinginan jeleklah orang yang ada penyakit dalam hatinya dan ucapkanlah perkataan yang baik.” (Al-Ahzab: 32)
….Allah Subhanahu wa Ta’ala melarang wanita melakukan safar kecuali bila ditemani mahramnya. Allah Subhanahu wa Ta’ala juga melarang lelaki berdua-duaan dengan wanita ajnabiyah. Allah Subhanahu wa Ta’ala melarang para wanita mempertontonkan perhiasannya kepada lelaki yang tidak berhak melihatnya. Allah Subhanahu wa Ta’ala jadikan shalat wanita di rumahnya lebih utama dibanding shalatnya di masjid. Semua ini dalam rangka menjaga dan memelihara wanita serta membersihkan masyarakat Islam dari akhlak yang rusak.
Apabila umat ini berpegang dengan pengajaran dan bimbingan ilahiyah, niscaya mereka akan sukses dalam membangun masyarakat yang kuat, berpegang dengan perintah agama sekaligus bersih dari perkara yang tidak pantas. Sebaliknya, bila umat ini melepaskan diri/tidak peduli dengan pengajaran dan bimbingan ilahiyah, niscaya mereka akan jatuh dalam lembah kehinaan, hilang kehormatan/kemuliaan mereka, dan hilang pula kedudukan mereka di kalangan umat-umat yang lain.
Orang-orang bodoh yang menyerukan propaganda kesetaraan gender yang didasari kebodohan atau kemunafikan haruslah dicekal tangannya, dibungkam suaranya, serta dipatahkan penanya. Karena, kita –alhamdulillah– di atas bashirah (ilmu yang jelas) dari perkara kita dan di atas ketsiqahan (keteguhan) terhadap agama kita. Tiada samar bagi kita propaganda orang-orang yang sesat dan hawa nafsu orang-orang yang punya ambisi tertentu.
Sungguh, orang-orang bodoh yang menulis makalah-makalah beracun yang menyerukan agar wanita melepaskan diri dari kedudukan yang diberikan Islam, berarti telah mengupayakan penghancuran masyarakat mereka. Telah mendahului mereka dengan seruan busuk ini, suatu kaum yang akhir kesudahannya adalah penyesalan. Kelak, mereka yang belakangan ini akan menemui kesudahan yang sama.
“Dan orang-orang yang zalim itu kelak akan mengetahui ke tempat mana mereka akan kembali.” (Asy-Syu’ara: 227)
Dengan pertolongan Allah Subhanahu wa Ta’ala, akan terus ada kaum muslimin yang berpegang dengan pengajaran agama mereka. Orang-orang yang menghinakan dan menyelisihi mereka tidak akan memudaratkan mereka, hingga kelak datang perkara Allah Subhanahu wa Ta’ala sementara mereka dalam keadaan demikian. Kita mohon kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala agar menolong agama-Nya dan meninggikan kalimat-Nya, agar Dia menjaga pemimpin kaum muslimin dan menolong agama-Nya dengan pimpinan tersebut.

Senin, 03 Mei 2010

Memahami dan Menghayati Arti Nurani

“Dan jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya). Maka Allah mengilhamkan jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya. Sesungguhnya beruntunglah orang yang menyucikan jiwa itu. Dan sesungguhnya merugilah orang yang megotorinya” (Q.S Syams 7-10)

Saudara-saudariku, apa kabar kalian semua ? Semoga Allah tetap melindungi kita hingga akhir nanti.

Izinkan saudaramu yang lemah ini menuliskan sedikit tentang kita semua.

Saudara-saudariku, apa jadinya jika hidup hanya diisi kerja dan kerja ? Pada kenyataannya memang belum ada manusia yang mampu melakukannya, bahkan lebih jauh lagi belum pernah ada sebuah bangsa yang sanggup melakukan itu. Karena walaupun kita sombong untuk terus menerus bekerja tetapi, ada sebuah kerendahan dimana kita akhirnya harus berhenti sejenak. Berhenti sejenak dari rutinitas dan menjedanya dengan zikir dan shalat, kegiatan yang tidak akrab dengan paham materialisme dan hedonism, walaupun akhirnya banyak orang yang akhirnya tetap berhenti sejenak dengan mengedepankan paham-paham tersebut. Berhenti sejenak dengan bersenang-senang dan melupakan hakikat diri mereka sebagai manusia. Bahkan, ada yang ngotot terus bekerja demi mencari harta. Selebihnya adalah slogan tentang kerja tiada henti dan revolusi yang tak kunjung selesai. Atau kerja keras yang menyebabkan mereka berhak hidup dengan modal sekecil-kecilnya menghasilkan keuntungan sebesar-besarnya, yang juga menyebabkan mereka semua tampil menguasai dunia. Padahal, buku tak harus selalu ditulis. Pensil dan pulpen pun tidak harus selalu menulis.

Ajaib, banyak juga orang yang mengalir mengikuti arus begitu saja bagai dihanyutkan banjir atau bergerak otomatis bagai mesin, tanpa merasa perlu “berhenti sejenak” untuk merenungkan “visi dan misi” hidupnya. Lihatlah di mall-mall, tempat-tempat wisata, pusat-pusat bisnis. Ada sebuah keluarga dengan profil ekonomi mapan, bukan hanya pada mereka tak tampak guratan “keimanan”, melainkan juga tak terusik oleh masalah-masalah yang menghimpit ummat atau penderitaan dan ancaman yang mengepung mereka. Ternyata ini bukan monopoli kelas borju bangsa ini saja, yang waisya, sudra dan paria pun tak lepas dari virus “la mubalah” (tak peduli/ cuek).

Saudara/iku bukan saya sok bijaksana dan sok suci tapi dengan segala kerendahan hati yang saya miliki izinkan saya kembali untuk mengajak kalian berhenti sejenak kemudian hayati penciptaan kita, siapa diri kita. Kemudian mari bersama mencoba memahami sesuatu yang ada pada diri kita, yaitu nurani.

Nurani adalah sebuah sifat ruhaniah yang mengajak manusia agar berpikir dan berperilaku yang baik dan membantunya berpikir lurus dan mengatakan yang mana yang benar dan yang mana yang salah.

Salah satu aspek terpenting dari nurani adalah bahwa dia ada dalam diri semua orang. Dengan kata lain, apa yang dirasa benar oleh nurani seseorang sebenarnya dirasa benar juga oleh orang lain asalkan berlaku kondisi dan situasi yang sama. Nurani seseorang pada hakikatnya tidak pernah berbeda dengan nurani orang lain. Alasan utamanya karena sebenarnya terletak pada sumber nurani itu sendiri; dia adalah ilham dari Allah. Melalui nurani, Allah membiarkan kita tahu sikap dan perilaku terbaik dan paling indah yang akan menyenangkannya agar kita ambil

Dari ayat awal yang tadi saya sebutkan, Allah menyatakan bahwa Dia telah mengilhamkan kepada nafs (diri) dengan fujur (perbuatan dosa) atau dengan takwa (taat kepada Allah).

Nurani ini jualah yang menjadikan manusia dari perbuatan buruk dan menunjukkan manusia pada jalan yang benar.

Hal pertama yang akan dilakukan oleh seseorang yang mau mendengar nuraninya adalah mencari jawaban dan menjelajahi hal-hal yang terlihat di sekelilingnya. Seseorang yang telah mengembangkan kepekaan-kepekaan berpikirnya akan dengan mudah terlihat bahwa dia tinggal di sebuah dunia yang tercipta tanpa cacat. Yang ada di tengah-tengah alam semesta yang sempurna.

Mari kita renungkan sejenak lingkungan dan kondisi-kondisi dimana kita tinggal. Kita tinggal di sebuah dunia yang dirancang dan didisain dengan halus dengan segala rincian yang mungkin. Bahkan sistem-sistem di dalam tubuh manusia saja begitu banyak kesempurnannya

Sambil membaca ini, jantung kita berdetak secara konstan tanpa henti, kulit kita melakukan peremajaan / penuaan sendiri, paru-paru kita mengalirkan udara yang kita hirup, hati kita membersihkan racun-racun yang tidak berguna bagi tubuh, kemudian jutaan protein disintesiskan ke dalam sel-sel anda setiap detik dalam menjaga keberlangsungan hidup. Manusia tidak menyadari adanya ribuan kegiatan yang berlangsung di dalam dirinya, bahkan tidak sadar atau bahkan tidak tahu bagamaina aktivitas-aktivitas tersebut berlangsung.

Dan jauh di atas sana ada matahari, jutaan kilometer jaraknya dari planet kita yang terus menerus melakukan reaksi fusi dengan menghasilkan suhu di atas 6.0000C dan memancarkannya dalam bentuk cahaya, panas dan energi. Yang kita, tumbuhan dan hewan butuhkan, tanaman menangkap energi tersebut untuk membantu melakukan reaksi-reaksi kimia seperti reaksi terang yang berlangsung di grana dan melanjutkannya ke reaksi gelap di stoma dan menghasilkan glukosa. Glukosa dari tumbuhan dikonsumsi hewan dan dicerna sehingga mampu menghasilkan energi dalam bentuk ATP (Adenosit Tri Pospat) yang digunakannya untuk beraktifitas.

Manusia mengonsumsi hewan maupun tumbuhan dan mensintesa energi yang terdapat di dalamnya guna memberikan konsumsi jutaan sel yang menopang sistem organ pada tubuh manusia.

Sungguh banyak fakta-fakta penciptaan yang dapat kita lihat, kita rasakan dan kita amati. Semuanya berpulang kepada kita sendiri, apakah kita akan mengikuti nurani kita atau memungkirinya. Hanya ada dua alternatif yang dapat kita pilih untuk menyikapi fakta-fakta penciptaan di atas. Pertama kita akan mengikut paham darwinisme yang beranggapan bahwa semua itu muncul secara kebetulan dan keluar dari hukum penciptaan, intinya kita tidak percaya bahwa sesungguhnya ada Dzat yang menciptakan itu semua.

Alternatif kedua mengatakan kepada kita bahwa segala hal yang kita lihat diciptakan oleh seorang pencipta yang memiliki kebijaksanaaan dan kekuatan yang ulung diatas segala-galanya. Bahkan tak ada sesuatupun yang mungkin terjadi secara kebetulan dan bahwa semua sistem yang ada di sekeliling kita dirancang dan didisain oleh seorang pencipta. Sang pencipta ini tiada lain adalah Allah SWT.

Seorang Zoologist berkebangsaan Inggris bernama D.M.S Watson mengatakan “jika demikian halnya, maka akan sejajar dengan teori evolusi itu sendiri, sebuah teori diterima secara universal bukan karena dapat dibuktikan kebenarannya secara logis dengan bukti yang koheren namun karena memang hanya itulah satu-satunya alternatif” (D.M.S Watson (1929) Adaptation nature : hal. 231-4)

Setelah tampak kepada kita fakta-fakta, kebenaran, bukti-bukti yang kuat, haruskah kita pungkiri kebenaran, haruskah kita dustakan nurani ini ?

“dan mereka meningkarinya karena kezaliman dan kesombongan (mereka) padahal hati mereka meyakini (kebenaran)nya. Maka perhatikanlah betapa kesudahan orang-orang yang berbuat kebinasaan” (AnNaml:14).